Teman Kerja

Teman Kerja
Rekan Guru SMA 1 Cepu

Selasa, 26 April 2011

Bahan Ajar SUDUT

Bahan Ajar
Mapel : Matematika
Materi : Dimensi Tiga
Sub : Sudut dalam ruang

Silahkan didownload disini

Bahan Ajar Dimensi Tiga

Bahan Ajar
Mapel : Matematika
Materi : Dimensi Tiga
Sub : Kedudukan Titik, Garis dan Bidang
Oleh : Ika Nora Dhany

Silahkan Download disini

Bahan Ajar JARAK

Bahan Ajar
Mapel : Matematika
Materi : Jarak pada Bangun Ruang
Oleh : Ika Nora Dhany, S.Pd

Silahkan Download di sini

Senin, 22 November 2010

Bahan Ajar pertidaksamaan

Bahan Ajar
Mapel : Matematika
Kelas/semester : x/1
Pokok Bahasan : Pertidaksamaan
Oleh : Ika Nora Dhany, S.Pd

Selasa, 09 November 2010

Sistem Persamaan Linear Kuadrat

Bahan Ajar
Mapel : Matematika
Kelas : X
Semester : 1
Materi : Sistem persamaan Linear kuadrat
Oleh : Ika Nora Dhany, S.Pd

Silahkan di download di sini

Minggu, 25 April 2010

PEMBELAJARAN MODEL IDEAL PROBLEM SOLVING

1.1 Latar Belakang
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Tujuan pembelajaran matematika tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA) terdapat dalam standar kompetensi mata pelajaran matematika SMA dan MA (Depdiknas, 2006) yaitu sebagai berikut ini.
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Dengan memperhatikan tujuan pembelajaran matematika tersebut, maka pembelajaran matematika difokuskan pada: (1) Kemampuan memecahkan masalah (problem solving), (2) Menyampaikan ide/gagasan (communication), (3) Memberikan alasan induktif maupun deduktif untuk membuat, mempertahankan, dan mengevaluasi argumen (reasoning), (4) Menggunakan pendekatan, keterampilan, alat, dan konsep untuk mendeskripsikan dan menganalisis data (representation), (5) Membuat pengaitan antar ide matematik, membuat model, dan mengevaluasi struktur matematika (conection). Lima elemen ini dikenal dengan”standar proses daya matematika” atau NCTM menyebutnya dengan istilah mathematical power process standards. Dengan mengkaji tujuan pembelajaran matematika, tentunya logis jika matematika menjadi mata ajar wajib ditingkat dasar dan menengah di seluruh satuan pendidikan yang ada. Dengan proses pembelajaran matematika dan pencapaian yang baik didalamnya, maka tentunya kualitas sumber daya insani bangsa Indonesia akan terangkat.
Kenyataan di lapangan bahwa tujuan-tujuan tersebut sampai saat ini tampaknya masih belum tercapai sepenuhnya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator, data dari Puspendik (2009) hasil pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menegah Atas (SMA) dan juga Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang ditunjukkan dengan hasil Ujian Nasional (UN) dari tahun ketahun hasilnya belum menggembirakan jika dibandingkan dengan mata pelajaran lain.
Rendahnya hasil belajar matematika dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor kemampuan guru dalam menerapkan metode atau strategi pembelajaran yang kurang tepat, misalnya proses pembelajaran yang cenderung berpusat pada guru sementara siswa lebih cenderung pasif. Akibatnya siswa tidak mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir matematisnya. Selain itu, guru-guru sering dihantui oleh kekhawatiran tidak dapat menyampaikan topik-topik yang harus diajarkan sesuai dengan waktu yang tersedia. Akibatnya, guru lebih suka mengajar dengan cara tradisional dengan hanya menggunakan metode ceramah dan memberikan latihan mengerjakan soal-soal matematika yang bersifat mekanisitik dengan metode drill (Syaban 2008:3). Pada proses pembelajaran matematika, Parmjit, Lau, dan Kiong (2006:39) mencatat praktek pembelajaran yang tidak efektif selama ini yaitu guru mengharapkan siswa untuk belajar matematika dengan mendengarkan dan menirukan, guru hanya mengajar apa yang ada di buku pelajaran, dan siswa hanya mempelajari apa yang akan diujikan. Selama ini, berdasarkan pengamatan penulis terhadap pembelajaran guru matematika di sekolah pada umumnya menggunakan urutan sajian sebagai berikut: (1) diajarkan teori/definisi/teorema, (2) diberikan contoh-contoh, (3) diberikan latihan atau soal. Pola pembelajaran semacam itu menyebabkan guru lebih mendominasi pembelajaran, sementara siswa hanya menjadi pendengar dan pencatat yang baik. Pembelajaran seperti itu yang rutin dilakukan hampir tiap hari lebih didominasi guru, sementara siswa tidak aktif terlibat dalam pembelajaran. Apabila pembelajaran seperti ini terus dilaksanakan maka kompetensi dasar dan indikator pembelajaran tidak akan dapat tercapai secara maksimal. Hal inilah yang menurut Abba menyebabkan kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah pada siswa lemah (Yulianto 2009:9).
Pemecahan masalah merupakan keterampilan dasar yang diperlukan oleh siswa saat ini. Menurut Kirkley (2003:1) dewasa ini pemecahan masalah telah dimasukkan sebagai kunci komponen kurikulum di banyak negara. Kebutuhan siswa untuk menjadi pemecah masalah yang sukses telah menjadi tema dominan dalam banyak standar nasional. NCTM (2000: 334), mengungkapkan tujuan utama matematika sekolah adalah untuk membekali siswa dengan pengetahuan dan alat-alat yang memungkinkan mereka untuk merumuskan, mencari pendekatan, dan memecahkan masalah-masalah di luar yang telah dipelajari. Selanjutnya dikatakan bahwa siswa SMA harus memiliki kesempatan yang signifikan untuk merumuskan dan menyelesaikan masalah karena masalah yang terjadi secara real tidak dikemas dengan rapi.
Sejak lama, model-model pemecahan masalah telah dikembangkan oleh para ahli untuk menjelaskan proses pemecahan masalah. Diantaranya adalah John Dewey pada tahun 1933, Polya tahun 1957, Stephen Krulik dan Jesse Rudnick tahun 1980 serta Bransford & Stein tahun 1984. Salah satu contoh model penyelesaian masalah adalah model yang dikembangkan oleh Bransford yaitu IDEAL Problem solving. Model pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Bransford & Stein ini memiliki langkah-langkah tertentu yaitu (1) mengidentifikasi masalah (Identify the problem), (2) mendefinisikan masalah (Define the problem), (3) menggali solusi (Explore solution), (4) melaksanakan strategi (Act strategy), (5) mengkaji kembali dan mengevaluasi dampak dari pengaruh (Look back and Evaluate the effect) (Bransford, dkk 1998: 2-4).
Beberapa hasil penelitian berkaitan dengan penggunaan model IDEAL problem solving menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model ini dapat memajukan siswa dari berbagai arah tujuan. Kirkley (dalam Wena 2009: 91) menyimpulkan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap IDEAL problem solving , diungkapkan bahwa IDEAL problem solving dapat lebih unggul dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa SMA dibanding dengan strategi pemecahan masalah yang lain, serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Geometri merupakan satu topik yang penting dalam pembelajaran matematika yang memiliki peran penting pada kurikulum matematika sekolah dasar dan sekolah menengah di banyak negara. Geometri menyediakan sumber yang kaya visualisasi untuk memahami aritmatika, aljabar, dan konsep-konsep statistik, tidak saja merupakan satu pendukung ke bidang-bidang lain dalam matematika, tetapi juga dalam bidang lain seperti teknik, arsitek, fisika dan astronomi.
Pada dasarnya geometri mempunyai peluang yang lebih besar untuk dipahami siswa dibandingkan dengan cabang matematika yang lain. Hal ini karena ide-ide geometri sudah dikenal oleh siswa sejak sebelum mereka masuk sekolah, misalnya garis, bidang dan ruang. Meskipun demikian, bukti-bukti di lapangan menunjukkan bahwa hasil belajar geometri masih rendah dan perlu ditingkatkan. Bahkan, di antara berbagai cabang matematika, geometri menempati posisi yang paling memprihatinkan. Menurut Hallat, Jakubowski, dan Aydin (2008:1), selama beberapa dekade para ahli telah mendokumentasikan bahwa banyak siswa mengalami kesulitan dan menunjukkan kinerja yang buruk dalam kelas geometri ruang baik pada sekolah menengah maupun sekolah tinggi.
Dalam lingkungan pendidikan tradisional, geometri paling sering diajarkan dengan menggunakan teks, gambar dua dimensi dan rumus matematika. Untuk beberapa topik penting, seperti mengukur jarak, luas dan volume, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa metode pengajaran seperti itu sangat tidak efektif. Chaim dkk (dalam Bergeson 2000:18) juga mengemukakan hasil penelitiannya yang menyebutkan siswa sulit mengkomunikasikan informasi visual, terutama dalam mengkomunikasikan sebuah lingkungan tiga dimensi (misalnya, sebuah bangunan terbuat dari balok kecil) melalui alat dua dimensi (misalnya, kertas dan pensil) atau sebaliknya. Beberapa tahun terakhir, menurut Christou (2007:1) banyak keresahan telah diungkapkan tentang batasan pendekatan pengajaran dan pembelajaran geometri tradisional dan secara khusus kemampuan spasial yang membatasi visualisasi dan kemajuan belajar dan mengajar di geometri. Pembelajaran tradisional yang masih mengandalkan buku teks dimana menampilkan geometri ruang dimensi tiga dalam bentuk dua dimensi akan membatasi visualisasi siswa sehingga menghambat kemajuan belajar dan mengajar geometri.
Geometri adalah salah satu metode dasar yang digunakan orang untuk memahami dan untuk menjelaskan lingkungan fisik dengan mengukur panjang, luas permukaan dan volume. Untuk alasan ini, menurut Hwang dkk (2009:229) meningkatkan pemikiran geometris sangat penting pada berpikir matematis tingkat tinggi dan itu harus dikembangkan dengan interaksi spasial dan manipulasi dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mengatasi keterbatasan representasi ini sehingga memungkinkan siswa untuk membangun, mengamati dan memanipulasi angka-angka dalam ruang geometris, dan berfokus pada pemodelan keadaan geometris, dan mendukung para guru dalam membantu siswa untuk membangun pemahaman dimensi tiga yang cocok, diperlukanlah bantuan komputer.
Sebuah cara yang mungkin untuk meningkatkan kemampuan visualisasi dan penalaran siswa dalam ruang tiga dimensi dan dua dimensi menurut Christou (2007:1) adalah memberikan siswa untuk mengeksplorasi sifat-sifat objek tiga dimensi secara tepat dengan menggunakan aplikasi komputer. Dengan menggunakan piranti lunak tertentu yang dirancang secara hati-hati, memungkinkan bagi siswa untuk menggunakan dan memahami aspek-aspek penting matematika yang sukar dipahami. Hal ini berlaku pula pada bidang ruang dan geometri dimensi tiga dimana siswa diwajibkan untuk memeriksa, membuat kode, mengubah, dan menyusun informasi dari visual yang ditampilkan. Dengan bantuan komputer, guru dapat secara efektif mengatasi tantangan pengorganisasian pengajaran matematika sedemikian rupa sehingga menarik dan mengembangkan kemampuan siswa. Dengan kemampuan multimedia, sebuah komputer memiliki kemampuan untuk menarik mata, telinga, dan perasaan, sehingga mampu untuk memperluas dan memperkaya isi dan ruang lingkup pengalaman pendidikan kita. Dengan komputer, siswa mampu memvisualisasikan konsep-konsep matematika yang sulit dipahami oleh diri mereka sendiri tanpa ada imajinasi. Dalam kelas biasa, komputer memberikan ilustrasi lebih mudah dan lebih jelas daripada yang guru buat (Cristou 2007:2).
Komputer merupakan salah satu sumber belajar yang tepat pada jaman sekarang, Salah satu sumber belajar yang dapat dimanfaatkan guna memberikan kemudahan kepada seseorang dalam proses belajar adalah sumber belajar yang dirancang, atau sengaja dibuat, atau dipergunakan untuk membantu proses pembelajaran (learning resources by design). CD (compact disk) Pembelajaran merupakan salah satu sumber belajar yang dirancang (learning resources by design) dimana di dalamnya telah diinstal program yang disiapkan untuk tujuan pembelajaran tertentu. Dengan CD pembelajaran mampu menampilkan efek suara, gambar dan gerak, sehingga pesan yang kita sampaikan lebih hidup, menarik, dan kongkrit, serta dapat memberi kesan seolah-olah siswa terlibat dalam pengalaman belajar yang ditampilkan.
Kompetensi pedagogik yang harus dimiliki oleh guru adalah merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, merencanakan dan melaksanakan penilaian. Wujud nyata dari kompetensi tersebut adalah kemampuan guru untuk mengembangkan perangkat pembelajaran kemudian mengimplementasikannya di dalam proses belajar mengajar di kelas. Unal (2006:509) menjelaskan bahwa untuk memperbaiki pemahaman dalam pengajaran dan pembelajaran kelas matematika diantaranya adalah perlu perbaikan bahan yang digunakan untuk pembelajaran. Perangkat pembelajaran adalah salah satu wujud persiapan yang dilakukan oleh guru sebelum mereka melakukan proses pembelajaran. Sebuah kata bijak menyatakan bahwa persiapan mengajar merupakan sebagian dari sukses seorang guru. Kegagalan dalam perencanaaan sama saja dengan merencanakan kegagalan. Kata bijak yang dikutip di atas menyiratkan betapa pentingnya melakukan persiapan pembelajaran melalui pengembangan perangkat pembelajaran.
Agar tujuan pembelajaran mencapai sasaran dengan baik perlu adanya pemilihan model pembelajaran yang sesuai, juga perlu adanya pengembangan perangkat pembelajaran yang sesuai pula dengan model pembelajaran yang digunakan. Perangkat pembelajaran meliputi buku siswa, LKS, rencana pelaksanaan pembelajaran, alat evaluasi dan lain-lain. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan sebaiknya dapat memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran. Penggunaan CD pembelajaran dalam memaparkan isi pembelajaran materi dimensi tiga sangatlah membantu siswa dalam mengeksplorasi sifat-sifat objek tiga dimensi sehingga siswa dapat lebih memahami isi dari pembelajaran.
Berdasarkan laporan hasil pelaksanaan Ujian Nasional 2008/2009 SMA/MA di Kabupaten Blora nilai rata-rata untuk mata pelajaran matematika masih rendah. Hasil yang diperoleh siswa SMA se Kabupaten Blora khusus untuk mata pelajaran matematika adalah nilai tertinggi 10, nilai terendah 2.5 dan nilai rata-rata 6.27. Sedangkan kompetensi daya serap di Kabupaten Blora untuk mata pelajaran matematika materi dimensi tiga masih rendah yaitu hanya 44,54 %. Hal ini perlu mendapat perhatian yang serius bagi guru matematika untuk segera memperbaiki pembelajaran yang sudah dilakukan selama ini.
Pada observasi awal yang dilakukan peneliti di SMA 1 Cepu, terlihat bahwa proses pembelajaran yang dilakukan masih menggunakan model konvensional, siswa diberi materi dengan bantuan buku teks dari salah satu penerbit, kemudian diberi soal latihan dan dibahas didepan kelas. Guru jarang menggunakan media pembelajaran seperti CD pembelajaran, LKS dan buku siswa. Papan tulis merupakan media pembelajaran yang sering digunakan. Selama ini, Guru dalam melakukan tugasnya mengajar jarang membuat perangkat pembelajaran sendiri. Serta belum ada perangkat pembelajaran materi dimensi tiga yang khusus dikembangkan dengan model IDEAL problem solving.
Berdasarkan uraian di atas, perlu untuk melakukan penelitian dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan model IDEAL problem solving dengan CD pembelajaran sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan pembelajaran di SMA I Cepu, kabupaten Blora.
Dengan pengembangan perangkat pembelajaran ini diharapkan mampu menggunakan konsep dan keterampilan matematis untuk memecahkan masalah sehingga dapat mencapai salah satu tujuan matematika di sekolah yaitu siswa dapat memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa SMA, selama pembelajaran matematika khususnya pada materi Dimensi Tiga serta dapat menghantarkan siswa untuk dapat mencapai nilai kriteria ketuntasan belajar minimum yang ditetapkan. Selain itu mampu menjawab tuntutan Permendiknas Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan.
PEMBELAJARAN MATEMATIKA DALAM MENDUKUNG TERCAPAINYA TUJUAN PENDIDIKAN NASIONAL

A. Pendahuluan

Undang-undang dasar 1945 pada BAB XIII pasal 31 ayat 3 mengamanatkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta aklak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dalam undang-undang.

Pemerintah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut diperlukan kurikulum yang disusun mengacu pada standart nasional pendidikan dengan memperhatikan peningkatan imtak, akhlak mulia, potensi, kecerdasan dan minat peserta didik, keragaman potensi daerah dan lingkungan, tuntutan pembangunan daerah dan nasional, tuntutan dunia kerja, perkembangan iptek dan seni, agama, dinamika perkembangan global dan persatuan nasional serta nilai-nilai kebangsaan pada semua jenjang pendidikan.

Matematika, salah satu mata pelajaran yang wajib dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, memiliki peranan yang penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan yang pesat di bidang teknologi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh berkembangnya matematika dibidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai teknologi masa depan diperlukan penguasaan matematika yang baik sejak dini.

Pada lampiran 3 PP Mendiknas no 22 tahun 2006 menyebutkan bahwa mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik baik pada pendidikan dasar maupun menengah untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik memiliki kemampuan memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi untuk dapat bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan bersaing. Selain kemampuan diatas dengan matematika peserta didik diharapkan dapat mengembangkan kemampuannya menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan symbol, table, diagram an media yang lain. Oleh karena itu dikembangkanlah standar kompetensi dan kompetensi dasar yang berfungsi sebagai landasan dalam mencapai kompetensi diatas.

Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, meyelesaikan model dan meafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.


B. Permasalahan

Dari uraian diatas timbul suatu permasalahan, apakah tujuan dari pembelajaran matematika dapat mendukung tercapainya tujuan pendidikan nasional ?


C. Pembahasan


Agar tujuan pendidikan nasional diatas dapat tercapai haruslah didukung oleh tujuan dari masing-masing mata pelajaran yang diajarkan disekolah. Salah satunya adalah tujuan pembelajaran matematika. Tujuan Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik baik pada pendidikan dasar maupun menengah untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Peserta didik diharapkan dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi untuk dapat bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan bersaing.

Selain kemampuan diatas dengan matematika peserta didik diharapkan dapat mengembangkan kemampuannya menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan symbol, table, diagram an media yang lain.

Keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan YME merupakan salah satu standart kehidupan yang ingin dicapai melalui proses pendidikan nasional. Matematika dalam pembelajarannya membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif sehingga terbentuklah cara berpikir yang rasional. Dengan berpikir secara rasional peserta didik akan berusaha bersikap jujur, sifat jujur pada diri siswa yang juga merupakan sikap yang diperintahkan untuk ada dan dipelihara dalam pribadi yang bertakwa terhadap Tuhan YME. Dengan terbiasa untuk memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah serta menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan pernyataan matematika peserta didik terbiasa dengan langkah kerja hal ini menimbulkan sikap disiplin dalam menjalankan suatu kegiatan misalnya beribadah. Apabila diterapkan dalam disiplin beribadah merupakan pertanda kepatuhan seseorang kepada Tuhannya. Disiplin adalah suatu latihan mental dan fisik untuk menepati sessuatu yang menjadi komitmen iman dan jiwanya. Disiplin adalah latihan diri untuk jujur kepada diri sendiri, jujur dengan waktu dan jujur dengan kegiatan yang dilakukan. Dengan disiplin beribadah yang merupakan komitmen dari diri untuk menepati janji diri dengan melepaskan hubungan diri dengan urusan dunia untuk melakukan hubungan dengan sang pencipta sehingga menjadi manusia yeng beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME.

Kemampuan bernalar pada diri siswa yang ditimbulkan dari pembelajaran matematika yaitu dengan berpikir kritis, logis dan sistematis. Dengan berpikir kritis dimana berpikir dengan hati-hati dan tidak tergesa-gesa untuk menerima, menolak atau menangguhkan suatu pernyataan dan dengan berpikir logis yaitu berpikir yang didasarkan pada akal sehat serta berpikir secara sistematis yaitu dengan urutan yang teratur berdasarkan sistem maka siswa akan dapat mengembangkan ilmu matematikanya bahkan dapat pula mengembangkan bidang ilmu yang lainnya. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berilmu.

Dengan mempelajari matematika akan mengembangkan sikap jujur dan disiplin yang merupakan landasan dalam membentuk watak yang mulia dari seorang manusia. Orang yang jujur tentulah tidak munafik. Karena itu selain tidak mudah berbohong iapun akan berusaha menepati janji dan tergolong amanah. Untuk berlaku jujur dibutuhkan pembiasaan sejak dini. Begitu pula dengan orang yang memiliki sikap disiplin dalam kehidupan sehari-hari. Ia akan melaksanakan kegiatan kesehariannya sesuai dengan rencana yang disusunnya, ia tidak akan menunda mengerjakan suatu pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Dengan sikap jujur dan disiplin akhlak mulia akan terbentuk. Hal ini jelas mendukung tujuan pendidikan nasional yang menjadikan peserta didik yang berakhlak mulia.

Agar menjadi manusia yang cakap sesuai dengan tujuan pendidikan nasional maka haruslah sering dilatih dalam memecahkan suatu permasalahan serta wawasan dan ketrampilan dikembangkan secara kontinyu dan sistematis sehingga memiliki kesiapan kesiapan memadai dalam menghadapi permasalahan dalam bidang matematika, bidang lain maupun dalam kehidupan sehari-hari.. Dengan kemampuan bernalar pada peserta didik untuk memecahkan masalah yang terdapat tujuan pembelajaran matematika maka peserta didik akanlah menjadi manusia yang cakap sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

Salah satu ciri dari orang kreatif adalah bahwa ia mampu memunculkan beragam alternatif dari penyelesaian permasalahan yang dihadapinya, mereka dapat menemukan solusi yang baru, membuat perbaikan secara bertahap terhadap pekerjaan mereka. Pada pembelajaran matematika yang salah satu tujuannya adalah membentuk kemampuan bernalar dalam memecahkan suatu permasalahan baik pada bidang matematika maupun pada bidang yang lain serta pada kehidupan sehari-hari, sehingga pada pelaksanaanya siswa akan terlatih memecahkan berbagai masalah dan memunculkan alternate-alternatif penyelesaian dari permasalahan tersebut. Sehingga disini siswa dilatih untuk menjadi kreatif. Hal tersebut mendukung dari tercapainya tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang kreatif.

Manusia yang mandiri sesuai harapan dari pendidikan nasional adalah dengan kemampuannya sendiri dia dapat berdiri sendiri. Agar menjadi manusia yang mandiri diperlukan kemampuan dari dirinya dalam hal berpikir untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut telah terasah dalam pembelajaran matematika yang memiliki tujuan membentuk kemampuan bernalar pada diri siswa dalam memecahkan suatu masalah.

Menjadi warga Negara yang demokratis adalah warga Negara yang menghargai hak-hak orang lain dalam menyampaikan pendapat, berekspresi, berkreasi serta berani mengkritik dan dikritik. Peserta didik dengan mempelajari matematika dapat mengembangkan kemampuannya dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan symbol, table, diagram dan media yang lain, hal ini mendukung tercapainya tujuan pendidikan nasional yaitu terbentuknya warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab yang dapat mengkomunikasikan ide dan gagasannya dalam berpendapat, berekspresi dan berkreasi.

D. Kesimpulan

Dari uraian diatas tampaklah bahwa tujuan pembelajaran matematika yang membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Peserta didik diharapkan dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi untuk dapat bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan bersaing serta dapat mengembangkan kemampuannya menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan symbol, table, diagram an media yang lain,sangat mendukung tercapainya tujuan pendidikan nasional untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
TEORI PEMBELAJARAN MATEMATIKA

ADAKAH TEORI PEMBELAJARAN MATEMATIKA?

MATEMATIKA DAN TEORI PEMBELAJARAN

Pelajaran matematika telah mempengaruhi perubahan yang sensitif dalam teori ilmu kejiwaan. Sebagian guru telah menguasai teori kejiawaan dengan baik. Namu dan ini sulit untuk mengetahui bagaian mana yang benar. Guru yang menguasai teori tersebut secara menyeluruh tentu saja membuatnya merasa tertekan yang pada akhirnya memicu mereka mengubah cara mengajar dan penekanan seperti itu tidak selalu datang dari luar.
Ada 2 masalah yang meminta perhatian, pertama adanya kekuatan teori yang menjadi perhatian khusus dengan mempelajari matematika dan yang kedua adanya kekuatan mempelajari teori yang dapat dipakai untuk belajar matematika secara umum. Teori-teori umum pembelajaran pastinya tidak dapat diabaikan. Pendekatan teori pembelajaran dikenal sebagai behaviorisme sebuah contoh dari teori pembelajaran umum yang mengarah pada aplikasi spesifik untuk matematika. Terdapat Dienes (1973) yang menyatakan bahwa adanya banyak fakta bahwa hubungan respons stimulus mengacu pada sebuah pelatihan yang kebanyakan waktunya melibatkan bentuk mental blok. Bruner, mengenalkan penemuannya, mengatur untuk menggambarkan kekuatannya, menyediakannya dengan sebuah dasar teori dan menyebarluaskannya (shulman, 1970). Lalu Novak (1977) merasa perlu untuk menyatakannya. Tak mengejutkan, bahwa orang modern menyatakan untuk mengembangkan teori-teori pembelajaran matematika telah diadopsi sebuah pengenalan psikolodi kognitif.
Pekerjaan Piaget adalah landasan penting dalam teori-teori pembelajaran kognitif, meskipun dia tidak mencoba untuk menyampaikan ide-idenya sebagai teori pembelajaran. Lunzer (1976) membicarakan sejauh mana hasil kerja tersebut. Piaget membawa kita pada sebuah teori Epistemologi dari pembelajaran matematika dengan sebuah gambaran pada pembentukan dari sebuah teori yang memenuhi syarat.
Ausubel (1968) telah menyampaikan sebuah teori komprehensif dari pembelajaran yang mendesak pada pemikiran. Sehubungan hasil-hasil dan konsep-konsep yang digambarkan oleh Piaget pada saat yang sama mengkritik dengan sepenuh hati percaya dalam keberhasilan pada penemuan pembelajaran. Contoh teori spesifik dari pembelajaran matematika adalah oleh Dienes (1960) dan ini pentng untuk difikirkan sejauh mana ini membawa kita menuju sebuah teori yang komprehensif. Pengembangan semasa itu menganut kedua pendekatan konstruktif, pembangunan pekerjaan Piaget, Ausubel dan kelly (1955) dan gambaran proses informasi dari pengembangan kognitif yang menyita perhatian pada bagaimana komputer sebagai kiasan mempengaruhi pemahaman kita dari proses pembelajaran dan pengajaran (kilpatrick, 1985) Sebuah pendekatan independen pada pembelajaran matematika juga disampaikan oleh Davis (1984)


SEBUAH TEORI PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Konsep dari nilai tempat mengenalkan kesukitan kesulitan untuk banyak anak dan ini berkaitan untuk memikirkan apakah tahapan yang tepat dari situasi pembelajaran yang mana mungkin dipakai untuk mengenalkan pembelajaran.
Dua alternatif utama pendekatan secara teori adalah tingkah laku dan kognitif. Pendekatan secara tingkah laku menyarankan untuk menggunakansituasi respons stimulus menuju hubungan di praktekkan, tetapi ini sulit untuk melihat bagaimana susunan itu mendasari, dimana nilai tempat dapat dipahami dengan cara ini. Dan banyak kemungkinan tergantung pada kualitas akhir digambarkan oleh anak-anak. Sebuah pendekatan kognitif menyarankan bahwa anak anak ditempatkan pada sebuah lingkungan pembelajaran yang man amungkin mereeka memeriksa dan mungkin menemukan dari mana pemahaman mungkin terbentuk melalui usaha mereka sendiri. Pekerjaan piaget telah diterangkan sebagai saran bahwa anak-anak belajar dengan lambat dan mereka belajar dengan mengabstraksi dari situasi konkrit yang mana mereka terlibat secara aktif. Multi base Arithmatic Bloks (MBA) dari dienes menyediakan lingkungan pembelajaran awal yang sesuai / cocok untuk menyesuaikan pembentukan pemahaman nilai tempat untuk menggantinya.
Dienes mulai dari permis bahwa matematika tidak dapat dipelajari dengan cara respon stimulus karena itu bukan isi matematika yang menyediakan masalah, ini kenyataan bahwa pembelajaran matematika sangat terkait dengan susunan pemahaman. Meskipun peralatan disarankan oleh Dienes dikenalkan secara berbanding kepada para guru (lihat juga Seaborne, 1975) hal ini secara luas mengapresiasi bahwa sejumlah alat disampaikan oleh Dienes, diakhir bagian, sebagai cara dalam mengambil Teori Dienes dari pembelajaran matematika kedalam praktek. Sebagai tambahan untuk MAB. Dienes mempercayakan penggunaan Algebraic Experience material (AEM), persamaan dienes dan balok logika. Penyesuaian pembelajaran matematika ditingkatkan sebagai kegiatan konstruktif. Dienes menggambarkan inspirasi inisialnya dari pekerjaan Piaget, Burner dan Bartlett, tapi teorinya juga didasarkan pada penelitian yang dibawahnya. Hasil teori pembelajaran matematika terdiri dari 4 prinsip.
1. prinsip dinamika
2. prinsip konstruktif
3. prinsip variabel matematika
4. prinsip perseptual
Piaget telah diambil untuk menyarankan bahwa anak-anak belajar lebih lambat dari yang pernah kita bayangkan. Prinsip dinamis Dienes bentuk dan arti asal dari prinsip Piaget. Dienes bermaksud menggunakan 3 tingkatan piaget dalam sebuah konsep, dan menggambarkan hal ini sebagai tingkatan bermain, tingkatan susunan dan tingkatan praktek.
Tingkatan bermain dimaksudkan sebagai kegiatan yang tidak tersusun, jadi dalam hal ini nilai tempat dimainkan dengan peralatan MAB.
Tingkatan susunan , sebagai realisasi dari susunan mulai tumbuh, kegiatan anak dapat lebih tersusun dan campur tangan guru dapat meyakinkan bahwa susunan dipahami.
Tingkatan Praktek, dari susunan kemudian akhirnya membimbing untuk lebih membuka penggunaan latihan – latihan praktek, menuju aritmatika sederhana dan tulisanrekaman perhitungan menggunakan nilai tempat.. Hal ini perlu diketahui bahwa untuk dienes, tiga tahapan/ tingkatan akhirnya menjadi 6 (Dienes, 1973) dan juga tahapan permainan mungkin tidak selalu terlihat, untuk siswa yang lebih tua, untuk bermain.
Bruner (19660 menyarankan bahwa tingkatan-tingkatan itu adalah ’enactive’, ’iconic’ dan ’ simbolik’. (tak aktif, bentuk ikon dan simbol). Tingkatan ini kemudian dikerjakan dengan sungguh-sungguh pada Bruner (1966).
Banyak bentuk pengetahuan hanya dapat dipelajari dengan cara yang aktif. Seperti mengendarai sepeda atau berolahraga. Pendekatan enactif, dengan anak-anak sibuk memanipulasi peralatan konkret. Sebuah pendekatan kedua untuk pembelajaran adalah penggunaan gambar-gambar atau bentuk visual beberapa benda. Pendekatan selanjutnya adalah pembelajaran secara simbolis. Dengan bahasa dan dengan simbol-simbol lainnya dari sifat-sifat matematika yang spesifik. Tiga tingkatan mungkin dikenali sebagai pendekatan berurutan untuk pembelajaran. Bruner tidak menyarankan bahwa ada hubungan langsung antara tahapan enactif, iconic dan simbolik dalam pembelajaran konsep baru dan tingkatan pengembangan intelektual yang disarankan oleh piaget.
Dienes menggunakan kerja Bruner dan Bartlett, bersama dalam penelitian mereka untuk menunjang tampilan bahwa matematika adalah kegiatan konstruktif untuk anak-anak dan bukan kegiatan analisa. Pemikiaran logis formal, tergantung pada analisa, mungkin dapat di kejakan orang dewasa dengan mudah, dapat memahami tapi anak-anak butuh membangun pengetahuan mereka. Pada kasus konsep penghitungan tempat, hal ini dilakukan dengan menggunakan bermacam-macam bentuk kegiatan konkrit pada sebuah basis angka yang beraneka ragam. Hal ini menarik untuk berspekulasi ketika kita menjadi mampu berfikir analitis. Adakah hubungan antara tingkat operasional kongkrit Piaget dan kebutuhan anak-anak untuk membangun pemahaman mereka sendiri dan semacamnya. Antara tingkat operasional formal dan kemampuan untuk berfikir secara analitis. Dienes tidak mengacu pada teori tingkat Piagetian seperti pada paparannya pada teori pembelajaran matematika.
Hal tentang bagaimana pengakselerasian pembelajaran matematika dijawab oleh Dienes pada bagian dari menyediakan pengalaman-pengalaman pembelajaran yang beraneka ragam. Diawal diskusi dari konsep pada buku ini (Bab3) telah menggambarkan beberapa peraturan atau hubungan dengan sekelompok fakta ( Novak, 1977 ) dan konsep-konsep itu juga mempelajari dari contoh-contoh dan contoh-contoh yang bertentangan ( Skemp, 1971 ). Dienes mengutip Castelnuovo dan Wertheimer dalam pernyataannya bahwa ‘Sebuah konsep matematika biasanya berisi angka utama dari variabel-variabel itu sendiri bervariasi yang mendirikan/mengadakan konsep matematika. Hal ini membimbing Dienes pada prinsip variabel matematika. Pada masa perhitungan tempat, hal ini penting untuk Dienes bahwa anak-anak seharusnya bekerja dengan basis angka bervariasi yang luas. Pada saat pembelajaran tentang Parallelograms, contoh lain diberikan oleh Dienes. Hal ini penting bahwa panjang, sudut dan orientasi telah sering tidak bervariasi pada pengalaman banyak anak, dan kepercayaan bahwa sebuah bujursangkar pada gambaran sesungguhnya bukan sebuah bujursangkar tapi sebuah permata, disebutkan pada Bab 3. Para guru pada siswa kurang mampu sering tak diyakinkan oleh saran yang bervariasi dari basis angka adalah penting. Kepercayaan bahwa pengenalan membingungkan anak-anak. Desakan untuk meminta prinsip variabel matematika dalam pengajaran bentuk geometri bagaimanapun tak dapat diabaikan.
Hal lain yang dipikirkan oleh Dienes adalah bahwa perbedaaan-perbedaan individual, subyek Bab 7 dari buku ini. Hal ini membimbing pada 2 rekomendasi, salah satunya untuk mengatur pembelajaran pada individu atau basis kelompok kecil, mungkin menggunakan kartu kerja dan yang lainnya menjadi prinsip variabel yang dapat dilihat. Hal ini dianggap penting bahwa penyajian yang dapat dilihat dari sebuah konsep harusnya bervariasi.
Empat prinsip teori pembelajaran matematika Dienes tidak dimaksudkan untuk menerapkan hanya konsep dasar matematika. Salah satu aspek paling sulit secara jelas lebih ditingkatkan dan matematika abstrak adalah Aljabar.
Teori Dienes dari pembelajaran metematika sangat memuaskan dalam berbagai cara. Ini secara jelas dimasukkan dalam pendekatan kognitif untuk teori pembelajaran. Pengembangan pada pekerjaan Piaget dan Bruner, jadi ini punya dasar pada satu dari 2 wilayah besar pada teori pembelajaran. Salah satunya yang dengan tepat diterima lebih banyak berasal dari kalangan pendidikan. Kepastian hal penting lainnya seperti bagaimana untuk mempercepat pembelajaran dan bagaimana untuk mengatasi perbedaan individual adalah dpersatukan. Gambaran saat ini dalam pembelajaran adalah menempatkan pemikiran ditekankan pada kepercayaan bahwa pengetahuan dibentuk oleh masing-masing individu dan sering tidak dapat ditransfer secara sederhana siap dibuat dari guru untuk pembelajar. Prinsip pembentukan dari Dienes mungkin dapat dilihat sebagai sebuah gambaran primitif dalam pembentukannya. Tapi itu juga harus diakui bahwa teori punya keterbatasan. Prinsip pembentukan berkaitan pada konsep pembelajaran individu dan hubungan antara pembelajaran sebuah konsep baru dan keberadaan susunan pengetahuan telah berada di pikiran tapi tidak dipikirkan.
Matematika adalah sebuah subyek yang sangat hirarki yang mana pengetahuan baru umumnya harus terhubung pada keberadaan pengetahuan, jika tuntutan (prasyarat) telah tidak dikuasai pengetahuan baru tidak dapat dipelajari. Nol adalah hal yang secara eksplisit ditangani oleh Dienes, ini secara tidak langsung dianggap bahwa pengadopsian 4 prinsip akan memimpin pada pembelajaran dan sepertinya melupakan tidak pernah terjadi. Pastinya, ini jelas bahwa komunitas guru dna pendidik matematika telah menerima teori sebagai jawaban akhir. Dienes dalam kenyataan, memintanya sebagai sebuah teori kerangka yang terlihat dari pembelajaran matematika dan itu harus digambarkan sebagai kontribusi yang berguna dari seorang pendidik dimana matematika disusun.

PEMBELAJARAN BERMAKNA
Teori pembelajaran bermakna disampaikan oleh Ausubel ( 1968 ) adalah teori umum dan tidak spesifik untuk matematika..Pembelajaran bermakna adalah proses yang mana pengetahuan baru diserap dengan menghubungkannya ke beberapa aspek relevan yang ada di pikiran dimana pengetahuan baru dapat dihubungkan, pengetahuan baru akan dipelajari dengan menghafal dan disimpan dalam sebuah sikap yang semaunya sendiri dan tidak berhubungan. Jika pengetahuan baru mencerna dengan susunan pengetahuan yang ada sebagai sebuah unit yang berhubungna dan jika modifikasi yang sesuai dari pengetahuan utama ( akomodasi ) mengganti tempat, hasilnya adalah pembelajaran bermakna. Pengetahuan dikembangkan dengan proses penemuan. Paparan pengajaran yang baik dapat meyakinkan bahwa pengetahuan dihubungkan pada keberadaan ide-ide yang relevan dan hal ini mungkin tidak hanya lebih ekonomis ( dalam hal pengambilan waktu ) daripada penemuan, hal ini mungkin lebih efisien dalam hal kualitas dan nafas pembelajaran. Jika anda sungguh dapat memastikan bahwa pembelajar telah tahu, anda kan tahu apa dan bagaimana mengajar itu. Penemuan pembelajaran akan penting dengan anak-anak yang sangat muda dan pada tingkat kehidupan ini penekanan akan dibutuhkan dalam memacu formasi konsep daripada mengajar untuk hasil konsep. Tapi setelah satu susunan pengetahuan telah dipelajari dengan cara yang paling efisien untuk mengolah dengan cara memaparkan. Penemuan metode-metode ini mungkin waktunya tepat tapi pembelajaran verbal yang bermana dapat dalam lingkaran, pada akhirnya sebagai cara yang efektif dan dalam beberapa cara lebih baik daripada metode lain.
Teori Ausubel pada pembelajaran bermakna berisi sejumlah ide-ide lain yang akan membutuhkan diskusi pada latihan tapi hubungan pertama antara ide-ide dari Ausubel dan Piaget menyita perhatian. Ausubel menggunakan data yang dikumpulkan oleh Piaget, menerima ide-ide dari asimilasi dan akomodasi dan dari waktu ke waktu mengacu pada konkrit dan formal atau tingkatan abstrak, tanpa menerima implikasi penuh dari teori tingkatan Piagetian. Novak ( 1977 ) yang pekerjaannya mampu menjelaskan dan menerangkan teori Ausubel menyatakan tak ada konflik operasional antara ide-ide Piaget dan Ausubel. Dalam hal kesiapan pandangan Ausubel lebih mendekati pada Gagne daripada Piaget. Bagian-bagian yang ada dari susunan pengetahuan yang mana pembelajaran baru dibutuhkan untuk menghubungkan disebut ‘subsumers’ atau ‘konsep subsuming’ oleh Ausubel. Berikutnya mereka jadi tahu juga sebagai menggali ide-ide atau konsep. Jadi jika ‘subsumer’ atau menggali ide-ide disana, anak-anak siap secara efektif. Kesiapan tidak hanya menghubungkan pada tingkatan pembangunan pada kebanyakan interpretasi terbuka sebagai ketergantungan memiliki lebih dan lebih baik pengembangan ‘subsumer’. Shulman ( 1970 ) mengekspresikan dengan pasti gambaran bahwa Ausubel dalam persetujuan mendasar dengan Gagne bahwa kunci kesiapan adalah prasyarat pengetahuan. Novak ( 1977 ), bagaimanapun mengindikasi bahwa gambaran pemikiran Ausubel dalam kesiapan ditutup pada Bruner. Mungkin ini bisa diambil sebagai sebuah indikasi dari rekonsiliasi kekuatan dari teori Ausubelian. Pada Ausubel, bahkan jika anak-anak tidak siap pada rasa dari memiliki ‘subsumer’ yang wajar, semua tidak hilang. Disana lalu kemungkinan menggunakan pengatur ahli untuk menjembatani perbedaan/gap.
Pada Ausubel ( 1960 ) pengatur ahli lebih umum, lebih abstrak dan lebih inklusif daripada ide-ide dan pengetahuan yang diikuti. Hal ini meragukan apakah mengirim pesan-pesan kode akan memuaskan kriteria Ausubelian yang keras pada pengatur ahli untuk perkalian matrik. Penggunaan pengatur ahli ditemukan kurang keras dimungkinkan cukup umum untuk teknik pengajaran, tapi menemukan pengatur ahli yang memuaskan kriteria lebih keras menjadi lebih umum, lebih abstrak dan lebih inklusif tidaklah mudah. Scandura dan Wells ( 1976 ) menterjemahkan ide dari pengatur ahli menjadi umum, gambaran non teknik atau garis besar yang mana non esensial dari materi untuk dipelajari jadi diabaikan. Ide dari seorang pengatur ahli secara pasti berguna untuk dibatalkan untuk alasan teknik. Jadi mungkin beberapa ide yang kita dapat, ditempatkan dalam pikiran pembelajar yang akan menjadi jembatan untuk selanjutnya, pengetahuan yang lebih detil harusnya dianggap sebagai pengatur ahli. Novak ( 1977 ) menyatakan bahwa studi penelitian yang memusatkan pada penggunaan bermacam bentuk dari pengatur ahli adalah tidak menguntungkan. Tingkatan alami dari matematika juga akan terlihat untuk menyarankan bahwa tidak seharusnya banyak hal (kesempatan) ketika pengetahuan baru tidak dapat dihubungkan pada pengetahuan yang ada tapi ide dari pengatur ahli masih tetap dapat dihitung ( valuabel ) tersimpan di pikiran.
Peta konsep dikenalkan pada Bab 3. Pembenaran secara psikologi untuk menggunakan peta konsep dapat dilihat dalam hubungannya dengan pembelajaran bermakna dan hubungan dari pengetahuan yang ada. Teori Ausubelian harus dikenalkan sebagai sebuah sumber asli untuk ide dari peta konsep, meski dimiliki oleh Novak ( 1980 ). Novak dan Gowin ( 1984 ) dan yang lain telah membela penggunaan mereka pada tahun baru-baru ini. Untuk Novak dan Gowin, sebuah peta konsep adalah sebuah alat skematik untuk menampilkan seperangkat konsep bermakna menancapkan dalam kerangka kerja dari proporsi kerja untuk membuat jelas untuk siswa dan guru. Ide-ide kunci mereka harus fokus untuk beberapa latihan pembelajaran yang spesifik. Ketika mempelajari tahapan dilengkapi, mereka menyediakan sebuah ringkasan skematik dari apa yang telah dipelajari.

PEMBELAJARAN SUPERORDINAT DAN SUBORDINAT

Susunan pengetahuan dalam pikiran memerlukan tinjauan dan pengaturan kembali yang terus–menerus. Dorongan dan tarikan dari beberapa konsep, menempatkan mereka bersama dan memisahkannya. Hal itu melibatkan realisasi susunan konseptual tertentu ke dalam konsep–konsep yang berada dalam satu arti, yang disebut subordinat. Hal itu juga melibatkan realisasi bahwa ide–ide tertentu merupakan bagian dari struktur konsep inklusif atau superordinat. Skemp (1971) menyatakan bahwa gambaran–gambaran konsep utama berasal dari pengalaman–pengalaman sensorik dan motorik kita terhadap dunia luar, dan konsep kedua berasal dari konsep–konsep lainnya. Konsep–konsep tertentu tampak lebih tinggi dari pada konsep yang lain, yang menunjukkan bahwa konsep–konsep tersebut terpisah dengan yang lain. Ausubel (1968) menuliskan perbedaan perkembangan dalam pembelajaran, di mana unsur–unsur yang paling inklusif pada suatu konsep diperkenalkan terlebih dulu, kemudian konsep tersebut dipisahkan atau dibedakan secara mendetail dan lebih spesifik. Dia juga menuliskan sebuah pembelajaran superordinat, di mana konsep–konsep yang dipelajari sebelumnya terlihat sebagai unsur-unsur yang lebih besar dan inklusif. Tentu saja jenis penyusunan kembali yang ada dalam matematika cenderung melibatkan proses penggabungan konsep subordinate dan superordinat.
Pengalaman-pengalaman pembelajaran awal dalam matematika cenderung terpusat pada pengembangan kompetensi dan pemahaman angka dan empat aturan penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Semakin lanjut materi tersebut diterapkan pada hal yang lebih detail dan rinci. Pembelajaran superordinat banyak muncul sebagai bagian dari pembelajaran matematika. Mereka juga belajar tentang empat persegi dan bujur sangkar (dan mungkin jajar genjang, layang-layang dan belah ketupat) sebelum belajar tentang segiempat. Pada hakikatnya, semua yang bersisi empat dipandang siswa sebagai empat persegi, kemudian hal itu dibedakan atau dijelaskan bahwa empat persegi dan bujur sangkar itu berbeda, dan segi empat dipahami sebagai superordinat.
Pada kenyataannya, belajar matematika harus menyertakan pelajaran progresif differensiasi dan superordinat secara bersama-sama. Satu alasan pengajaran sekolah tidak berhasil bahwa pembuat kurikulum jarang memilih konsep-konsep yang mereka harap diajarkan dan bahkan jarang mereka mencoba untuk mengadakan penelitian.

KONSTRUKTIVISME

Hughes telah membuktikan bahwa anak-anak pra sekolah dapat menemukan simbol-simbol mereka sendiri dan system symbol untuk sejumlah penyajian,yaitu sejumlah obyek. Meskipun diterima bahwa interaksi beberapa guru diperlukan pada suatu waktu namun bukti bahwa kemampuan anak-anak untuk menemukan notasi yang tepat sering didasarkan pada korespondensi satu-satu adalah meyakinkan. Simbol yang cocok untuk nol awalnya diduga sebagai konsep yang sulit namun ternyata dapat ditemukan. Carraher (1985) telah menunjukkan bahwa anak-anak Brazil dengan pendidikan kecil/ non formal dapat menemukan metode mereka sendiri dalam perhitungan untuk mendapatkan kehidupan di sector formal dari ekonomi. Perhitungan mental membuat perasaan anak, didasarkan pada transaksi nyata pada beberapa barang atau layanan yang dijual tunai. Hasilnya tampak untuk menunjukkan bahwa masalah-masalah yang dirasa di satu sisi lebih mudah ditangani dari pada menggunakan cara kontekstual aritmatika formal. Ini tentu berbeda, bahwa penyelesaian masalah-masalah social melibatkan sejumlah manipulasi namun masalah-masalah sekolah nampak kuat melibatkan manipulasi simbol-simbol yang tanpa arti. Sekolah matematika sering menganggap bahwa pertama, anak perlu belajar prosedur-prosedur matematika yang penting sebelum dapat diterapkan dalam masalah-masalah kehidupan yang nyata dan verbal.
Contoh ini telah dipilih untuk perhatian pada dilemma bahwa anak sering tampak mampu membangun kemampuan matematikanya untuk diri mereka sendiri yang berarti dan berguna di dunia nyata ketika pengetahuan berpikir di sekolah mungkin tidak dimengerti, tidak diaplikasikan dan mungkin rusak. Sebab utama mengapa anak gagal menerima pelajaran terakhir adalah bahwa pengetahuan tidak pernah tergenggam secara komprehensif di tempat pertama. Penyaluran pengetahuan sering hanya menerima keberhasilan yang terbatas dan beberapa keterbatasan tidak dapat ditemukan sampai kemudian atau mungkin malah tidak bisa ditemukan. Setiap individu anak, umumnya hanya manerima sebagian, mungkin sebagian yang penting dan mungkin sebagian kecil dari apa yang disampaikan. Pada penelitian terakhir, pengetahuan dibangun atau dibangun kembali oleh masing-masing individu pelajar menjadi bagian yang terintegral dari struktur pengetahuan yang dibangun oleh individu.
Pandangan bahwa pengetahuan dibangun atau dibangun kembali oleh masing-masing dan setiap pelajar adalah sesuatu yang sangat menarik. Lochhead (1985) mengemukakan pandangan bahwa apa yang dipandang sebagai pengetahuan kognitif baru adalah pengenalan bahwa tidak ada pengetahuan yang benar-benar dapat ditransfer dengan mudah dari apa yang seharusnya, pengetahuan adalah sesuatu yang mana setiap individu harus membangun/mengkonstruksi untuk dan oleh dirinya sendiri.
Jadi, pengetahuan bukan transfer barang atau komoditas dan komunikasi bukan sarana untuk transfer yang efektif. Peranan guru hanya membantu pelajar dalam mengorganisasikan konsep dan pengorganisasian kembali dari pengalaman, tetapi pelajarlah yang harus merencanakan. Akibatnya, tidak hanya konstruktivisne yang membantu kita untuk mengetahui proses pembelajaran, namun juga menunjukkan motivasi. Baroody (1987) dalam diskripsi pandangan kognitif sekarang menggabungkan perpaduan kata, berhubungan langsung dengan Piaget:
Pemahaman terbangun dengan menghubungkan informasi untuk pengetahuan yang siap atau memperhatikan hubungan antara pengetahuan terdahulu tetapi mengisolasi sepotong informasi … .Menghubungkan informasi baru ke dalam informasi yang ada … dinamakan asimilasi… Pengetahuan baru dapat terjadi juga dengan cara integrasi/penggabungan, menggabungkan informasi sebelumnya yang sedikit terisolasi.

Suatu usulan bahwa pelejar harus menghubungkan informasi baru dengan susunan pengetahuan yang telah terbangun serta membentuk hubungan baru, baik di dalam maupun di antara susunan-susunan tersebut, juga mengingatkan kita pad ide-ide yang dirumuskan oleh Ausubel dan Novak. Konstruktivisme mungkin berbentuk sederhana tetapi merupakan lambang yang sangat besar dalam suatu gambaran pembelajaran kognitif kontemporer dan telah tersusun secara alami dari pada usaha-usaha yang lebih awal untuk menjelaskan suatu pembelajaran. Tidak munkin untuk meyakinkan bahwa ada 2 siswa telah memperoleh pengetahuan yang sama, karena tiap siswa telah menyusun sebuah model realita yang unik.
Evolusi konstruktivisme memudahkan pembelajaran yang lebih baik dalam lingkungan pembelajaran kognitif. Ada kesalahpahaman dalam konstruktivisme yang menegaskan bahwa hanya ada sedikit hal yang dapat dilakukan oleh guru untuk memudahkan pembelajaran secara sederhana, karena menyusun harus dilakukan oleh siswa sendiri. Lingkungan pembelajaran yang penuh dengan penemuan diciptakan oleh guru mungkin sering menjadi lingkungan yang terbaik. Penentuan perlengkapan atau permainan mungkin menjadi hal yang sangat penting dalam menciptakan sebuah lingkungan yang memungkinkan anak-anak, khususnya anak-anak yang lebih kecil, untuk melakukan penemuan yang lebih baik lagi. Memang benar, guru sering merasa tidak puas ketika hubungan antara permainan dan aritmatika belum diciptakan secara otomatis oleh anak. Namun, tidak berarti hal itu salah atau bahkan membuang waktu jika harus menyediakan perlengkapan, karena hal itu mungkin saja lebih diperlukan oleh suatu lingkungan untuk membentuk hubungan yang berarti. Mungkin saja, adanya banyak diskusi akan membantu, antara guru dengan anak dan antara anak dengan anak. Namun, cara tersebut mungkin belum mempercepat proses pembelajaran karena anak belum siap. Namun, paling tidak kita bisa mencoba utnuk menciptakan lingkungan yang terbaik. Meskipun penekanan dalam konstruktivisme muncul pada pembelajaran spontan atau dasar. Maka kita tidak perlu merasa keberatan dengan adanya pendekatan interaksi “atas-bawah” dengan orang dewasa atau teman-teman yang lebih pandai, khususnya bagi siswa yang lebih tua.
Satu hal bahwa penyaluran/transmisi seringkali tidak efektif. Dengan mengutarakan sesuatu oleh guru atau orang tua, anak mungkin membutuhkan waktu khusus untuk membangun pengertian/pemahaman. Beberapa anak mampu membuat ide baru sendiri dengan cepat ketika ide-ide ini disalurkan pada mereka. Pengulangan dan latihan drill dipercaya meningkatkan konstruksi, pikiran konstruksi akan memungkinkan jika pengalaman pembelajaran disediakan untuk anak-anak. Apa yang kita pikir bahwa kita tidak menganggap salah satu metode akan berperan untuk menghubungkan pengetahuan melalui konstruksi. Guru perlu menyediakan waktu maupun tempat yang tepat untuk mengajak anak utnuk berkembang, dan ini memerlukan kemampuan untuk menyediakan waktu maupun tempat untuk setiap tujuan. Bagaimanapun, kebijakan yang tidak intervensi dengan anak tertentu pada waktu tertentu atau dengan grup khusus mungkin tepat khususya jika tanggung jawab untuk belajar diterima penuh oleh anak/grup, mungkin terjadi pada pembelajaran terbuka yang tepat atau disokong oleh rancangan belajar sendiri. metode aktif tampak lebih disukai beberapa anak dan untuk beberapa waktu, tapi kita tentu sangat membutuhkan pengetahuan tentang metode terbaik yang meningkatkan konstruksi, mungkin metode tertentu baik untuk topik khusus dan anak khusus.
Kegiatan Kamii sebagai contoh dari suatu percobaan yang menyediakan bermacam-macam lingkungan dengan fasilitas konstruksi yang baik. Salah satu ide (Kamii, 1985) adalah untuk mengembangkan program aritmatika bilangan pertama … dengan melalui perintah-perintah tradisional dan menggunakan kepercayaan, hanya pada kehidupan sehari-hari dan permainan. Aspek penting lainnya adalah interaksi sosial atau aktifitas mental yang bertempat di konteks pertukaran sosial. Jika seorang anak berpikir bahwa 8+5=12 ia harusnya didorong untuk mempertahankan idenya sampai dia memutuskan solusi yang lebih baik. Dalam kelas, beberapa metode digunakan untuk meyakinkan anak berdebat dengan yang lain, mendengar perbedaan pendapat dengan apa yang mereka usulkan, mempunyai alasan terhadap jawaban mereka pada suatu masalah dan setelah beberapa waktu mungkin mengubah pemikiran mereka. Ini tampak penting dalam rancangan bahwa anak-anak memutuskan untuk mereka sendiri saat seseorang mempunya ide yang lebih bagus dari pada mereka. Khusus anak-anak sensitive atau introvert seharusnya diajar dengan pendekatan yang bisa diterima. Meski demikian, penerapan pemikiran dari apa yang dipikirkan dinamakan pendekatan konstruktivis untuk mengajar diperlukan serius, mungkin khususnya anak-anak muda.
Percobaan mekanik tampak serupa dengan kegiatan Kamii telah diperoleh Bell (1989). Percobaannya berdasarkan pada pengalaman dan kemudian menghilangkan miskonsepsi menggunakan prosedur diskusi konflik. Metode ini memerlukan pertanyaan-pertanyaan tes diagnosa yang bagus yang mana diketahui akan membuka kesulitan-kesulitan dan mis-pemahaman dan beberapa pengetahuan pada pertanyaan-pertanyaan yang telah ada, sebagai contoh Hart (1981). Pada pertanyaan dasar, pelajaran yang mana anak mencatat tanggapan mereka sendiri, dan kemudian mendiskusikannya dalam kelompok kecil dan akhirnya kelompok menyimpulkan untuk seluruh kelas, pada anggapan bahwa kerja kelompok untuk memastikan bahwa ide-ide yang salah dikeluarkan dan kemudian ditampilkan. Tujuan dasar dari penelitian adalah untuk mengembangkan cara mengajar yang jelas memberikan kontribusi untuk pembelajaran jangka panjang dan meningkatkan penyaluran ilmu. Konstruktivis menyematkan teknik ini dalam pernyataan “tujuan harus dicapai dengan mendasar, keyakinan berdasar pada persepsi masing-masing bukan pada pemahaman / ide dari guru.” Ciri-ciri penting yang umun antara metode yang didiskripsikan oleh Kamii dan Bell tampak sama yaitu penekanan pada interaksi social melalui diskusi, debat dan adu pendapat.
Lebih lanjut, percobaan yang sangat menarik oleh Calculator Aware Number (CAN) Proyek berdasarkan pada Homerton College Cambridge di bawah pengawasan Hilary Shuard. Perhatian dasar dari CAN Proyek adalah untuk mengajar matematika dengan menggunakan kalkulator sangat memungkinkan dan tidak meremehkan anak yang sangat mampu, berguna dan tersebar untuk membantu perhitungan. Kalkulator dapat digunakan untuk penyelidikan dan jalan penelitian dan dapat membantu dalam membangun pemahaman aritmatika mereka sendiri. Jika kalkulator tidak dibuat untuk kurikulim matematika dalam perkembangan Negara-negara mungkin anak masih menggunakannya di rumah dan akan belajar tergantung pada guru dan juga menganggap sekolah matematika sebagai sesuatu yang antik. Perkembangan yang diperoleh anak dengan rancangan yang dideskripsikan CAN (1990) adalah:
Anak-anak tampak nyaman dan mau mengeksplor kemampuan matematika mereka. Guru-guru CAN mengembangkan pengajarannya pada penelitian dan pemecahan masalah. Anak-anak tidak berpikir secara tradisional menggunakan pensil dan kertasuntuk menyelesaikan penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian, tetapi mereka telah terdorong untuk berpikir dengan ide-ide matematika. Anak-anak CAN tidak belajar dengan cara standar dalam mengerjakan proses matematika, tetapi mereka telah memiliki pengetahuan dalam matematika.


PEMROSESAN INFORMASI

Tampak bahwa belajar itu berusaha untuk menginvestigasi dan mengetahui bagaimana informasi diproses dalam pikiran yang dipastikan menjadi bagian dari pendekatan belajar pembelajaran yang diketahui sebagai “pemrosesan informasi”. Cobb dalam naskahnya berusaha melihat informasi dalam perspektif yang berbeda. Cobb mengutip Sternberg dalam:
Teori Piaget cocok dengan teori pemrosesan informasi yang ditunjukkan secara nyata bahwa Rumelhart dan Norman telah mengusulkan 2 cara kemahiran pengetahuan dalam bahasa pemrosesan informasi yang mengkorespondensikan dengan tepat untuk asimilasi (penerimaan) dan akomodasi (penyesuaian).

Namun demikian, pemrosesan informasi sering dipikir sebagai teori belajar kontemporer bagian dari konstruktivisme.
Salah satu dampak dari computer elektronik dalam pendidikan mungkin tidak begitu disadari bahwa teori belajar manusia jaman sekarang sering memandang computer sebagi suatu model pemikiran manusia. Ingatan dilihat sebagai kunci untuk belajar, untuk tujuan disimpan, dan siap dinamai memori jangka panjang. Diagram sederhana mengilustrasikan interpretasi sederhana di memori jangka panjang. Analog dengan computer diusulkan lebih lanjut bahwa pemikiran manusia dibangun atas “siap untuk beraksi” ROM (memori yang hanya dibaca) di saat kelahiran.

masukan kontrol keluaran



prosesor
disimpan

Proses memasukkan pengetahuan ke dalam memori jangka panjang telah diusulkan oleh Lindsay dan Norman (1977) yang diilustrasika sebagai berikut:
masukan memori proses struktur memori
jangka jangka panjang
panjang integrasi
Konsisten dengan Ausubel yang direfleksikan dengan acuan “proses integrasi” dan “struktur memori”. Pelajaran yang baik dari perkembangan kognitif berdasar “pemrosesan informasi”.
Keluaran / hasil dari ilmu kognitif terus-menerus belajar jaringan bahasa yang direpresentasikan pada struktur pengetahuan yang disimpan dalam memori jangka panjang. Jaringan bahasa terdiri dari anggukan, representasi konsep, yang dihubungkan dengan garis yang menunjukkan hubungan antar konsep dan jaringan ini sebaliknya dikenal sebagai pemetaan konsep. Pemetaan-pemetaan ini bisa digunakan dalam matematika.



Dengan pemetaan konsep tersebut dapat membantu guru untuk belajar dan pelajar untuk belajar.
Istilah-istilah jenis belajar yang dilaksanakan dalam “pemrosesan informasi”, ini adalah kepentingan pertama untuk dicatat sebagai satu aspek kritis dari kegiatan Krutetskii (1976), bagian ini dia berusaha mendiskripsikan karakteristik kemampuan anak-anak matematika. Karakteristik dari “pemrosesan informasi” berlangsung dengan pemecahan masalah. Baru-baru ini banyak yang mempelajari dan dibahas metode-metode yang anak-anak gunakan dalam pemecahan masalah dasar menggunakan operasi-operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian dasar serta kesalahan yang dibuat. Yang lain bekerja dengan focus aljabar dasar. Bagian computer yang dipelajari diketahui sebagai intelegensi buatan yang berhubungan banyak dengan pendekatan “pemrosesan informasi” meskipun mendapat kritik.
ANALISIS HASIL STUDY
NASIONAL DAN INTERNASIONAL

Oleh:

IKA NORA DHANY

ANALISIS JURNAL


Jurnal yang diambil dari http: www.cimt.plymouth.ac.uk/journal/default.htm tanggal 15 juli 2009 berjudul Gaya Pembelajaran Pada Pengajaran Matematika Secara Tematik disusun oleh Boris Handal dan Janette Bobis dari The University of Sydney. Jurnal ini membicarakan tentang gaya pembelajaran yang berbeda dalam pengajaran matematika secara tematik.

Jurnal ini memiliki tata urutan penulisan yang baik diantaranya terdapat pendahuluan yang membicarakan tentang apakah pembelajaran matematika secara tematik dan apakah tema itu. Dijelaskan pula karakteristik dari mengajar dan belajar matematika secara tematik, diantaranya tiga unsur utama dalam unit tematik serta hubungan antara ketiga unsure utama tersebut. Bagaimanakah pembelajaran tematik pada matematika, apa sajakah tanda dari pembelajaran tematik yang baik, prinsip-prinsip umum tentang cara untuk melanjutkan mengajar matematika secara tematik. Bagaimana pedoman pengajaran agar dapat efektif mengajar matematika secara tematik.

Standar pelajaran matematika di SMP New South Wales (NSW), Australia, juga disinggung yang didalamnya menyebutkan fitur utama dari standar pelajaran adalah pengenalan pengajaran matematika secara tematik sebagai strategi pelajaran wajib di tingkat SMP. Serta disebutkan terdapat 8 tema pilihan yang harus dianggap sebagai gagasan utama sekitar isi matematika yang diajarkan.

Gaya mengajar pada matematika secara tematik, disebutkan terdapat 3 gaya, yang pertama adalah gaya mengajar ditandai dengan drill dan latihan repetitif, sedangkan yang kedua terdiri dari gaya kombinasi dengan pembelajaran dan permasalahan. Serta gaya ketiga yang membuat penggunaan model pengalaman dan pemberian kegiatan pembelajaran matematika secara tematik.

PERMASALAHAN
• Temuan dilaporkan dalam makalah ini hanya berurusan dengan komponen penelitian yang bersangkutan dengan gaya pengajaran ini digunakan oleh para guru.
• Secara khusus, studi ini ditujukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menentukan pilihan gaya pembelajaran guru dalam pengajaran matematika secara tematik
• dan apakah gaya yang dipilih sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh dokumen kurikulum.
METODOLOGI
Studi gabungan dari dua hal baik teknik penelitian kuantitatif dan kualitatif .Suatu teknik campuran dianjurkan pada studi tentang pembelajaran behavior oleh guru karena ada kebutuhan untuk mendapatkan berbagai tanggapan guru dan triangulasi data yang aman.

Komponen kuesioner dari Studi
Kuesioner pada penelitian ini dirancang melalui konsultasi dengan para guru, pembuat kebijakan, penulis buku dan para akademisi di pendidikan matematika. Tujuan kuesioner ini adalah untuk mengidentifikasi tingkat ketertarikan guru dengan masing-masing tiga gaya mengajar digambarkan dalam literatur dan dijelaskan sebelumnya dalam karya ini. Kuesioner juga memiliki bagian terakhir berupa tanggapan open-ended yang dirancang untuk memperoleh informasi lebih lanjut tentang alasan khusus guru yang mengajar dengan praktek.
Sampel dan prosedur
Seratus dua puluh dua guru dari 44 sekolah yang mengembalikan kuesioner. Ini mewakili 62% dari total jumlah sasaran sekolah dan sekitar 52% dari total jumlah guru berstandar pelajaran di sekolah-sekolah sampel.

Komponen Wawancara dari Studi
Tujuan dari komponen wawancara pada studi ini adalah untuk mencari gaya guru dalam hal mengajar matematika secara tematik.

HASIL DAN DISKUSI
Hasil dari penelitian dinyatakan dalam hasil kuantitatif dengan statistik inferensia bahwa dengan didukung gaya praktek guru mengajar pertama dan kedua sebuah jenis kompromi dari tujuan konstruktivis pada pengajaran matematika secara tematik dirancang. Rendahnya dukungan untuk gaya ketiga menunjukkan bahwa gaya mengajar guru cenderung beroperasi dalam gaya yang lebih tradisional. Hasil kualitatif ditampilkan dari analisis tanggapan guru dalam kajian komponen wawancara tentang gaya mereka mengajar dikonfirmasi keberadaan tiga gaya utama mengajar.

Tanggapan selama wawancara mengungkapkan tiga gaya dalam mengajar matematika secara tematik yang dalam pembahasan dijelaskan jenis dan bagaimana guru mengajar.
Faktor-faktor tertentu diidentifikasi sebagai dasar mengapa guru memilih gaya mengajar tertentu dalam mengajar matematika secara tematik.

KESIMPULAN
Dituliskan dalam kesimpulan berdasar pada data kuantitatif dan kualitatif, yang memungkinkan untuk mengidentifikasi tiga gaya pengajaran yang terkait dengan mengajar matematika secara tematik. Gaya pembelajaran pertama yang berkaitan dengan pengajaran melalui topik dengan penekanan pada langkah belajar. Gaya kedua ditemukan memiliki hubungan dengan dua sub-gaya individu. Pada sub-gaya, tema yang digunakan untuk menyediakan hubungan untuk topik tertentu, tetapi pada langkah yang sangat terstruktur. Pada sub-gaya kedua, tema yang digunakan sebagai hubungan belajar dari pelajaran dan sebagai penghasil idea. Gaya ketiga yang dibuat menggunakan tema untuk model dan menyelidiki aspek tertentu dari kenyataan.. Hal ini juga diperlukan kemampuan pedagogi tingkat tinggi pada pihak guru. Keunggulan gaya ini menunjukkan bahwa pengajaran matematika secara tematik dalam Standar pengajaran ini dilaksanakan terutama dalam bentuk-sederhana melalui topik dengan penekanan pada prosedural mengajar.

Secara umum, guru nampaknya secara konstan bergeser antar gaya tetapi masih mengendap di antara kesederhanaan dari gaya yang pertama dan sub-gaya pertama dari gaya pengajaran kedua. Gerakan ini berfluktuasi antara gaya mengajar bahkan sangat sering terjadi dalam satu pelajaran. Guru harus berulang kali kembali dari gaya yang kompleks ke gaya yang lebih sederhana untuk kembali pada keterampilan dasar. Faktor-faktor ini penting karena membantu mereka untuk memahami alasan mengapa guru biasanya tahan untuk mengajar matematika secara tematik. Faktor-faktor ini menunjukkan bahwa terdapat banyak kekuatan yang menganggap guru dalam menentukan yang lebih kompleks gaya pengajaran tematik dan bahwa, pada umumnya, dapat dilihat untuk gaya yang lebih kompleks adalah beresiko dan menantang bagi sebagian besar guru.